APA KABAR PENDIDIKAN?
Part I
Pendidikan merupakan instrumen kebudayaan yang melahirkan
sebuah kesadaran bersama secara bebas merdeka, untuk mewujudkan sebuah
peradabaan manusia yang sama atas penguasaan ekonomi, politik dan sosial budaya. Menurut Ki Hadjar Dewantara
pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka
kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya (alam dan masyarakat).[1] Bagaimana
pendidikan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk memajukan kebudayaan rakyat dan
peradaban bangsa serta dapat menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Pendidikan dibangun secara bersama dan diperuntukan bagi kepentingan bersama seluruh masyarakat. Oleh karena itu pendidikan ialah hak warga negara yang mencerminkan adanya peran negara atas dunia pendidikan, dimana negara berkewajiban menyelenggarakannya demi kepentingan seluruh warga negara. Sebab esensi dari pendidikan adalah sebuah sistem pendidikan yang ditempa dan dibangun untuk meningkatkan taraf berpikir manusia demi tercapainya tatanan masyarakat yang adil dan beradab.[2] Pendidikan harus menjadi media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 “…..Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,….”.
Namun kenyataan diindonesia kekinian berkata lain, pendidikan tidak berkembang pada jalurnya yang luhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kebudayaan rakyat indonesia. Saat ini terdapat 4.550 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, sementara Angka Partisipasi Kasar (APK) masyarakat masuk perguruan tinggi hanya sebesar 31,1 persen dari penduduk usia 19-23 tahun yang mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.[3] Rendahnya akses rakyat atas pendidikan tinggi tersebut disebabkan biaya kuliah yang terus melambung tinggi. Biaya kuliah yang mahal tersebut dilegitimasi oleh pemerintah melalui Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang diatur dalam pasal 84 dimana pendidikan tinggi dijadikan sebagai institusi yang berdiri sendiri (otonomi) dengan topangan dana dari mahasiswa, orang tua mahasiswa, perusahaan baik swasta maupun negara. Substansi pasal tersebut merupakan pengulangan pasal 46 dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi disebabkan bertentangan dengan paragraph ke empat pembukaan UUD 1945, pasal 33 UUD 1945, dan pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Mahkamah konstitusi berpendapat bahwa oleh karena anggaran pendidikan secara keseluruhan dibiayai dan didanai oleh negara, maka bagi satuan pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi tidak dapat memperoleh sumber dana langsung dari masyarakat. Sumber dana tersebut harus masuk melalui pemerintah yang kemudian disalurkan kepada satuan-satuan pendidikan yang akan mendapatkan hibah dana pendidikan. Atas dasar tersebut, seluruh rakyat indonesia mestinya dapat mengakses pendidikan.
Tidak
sampai disitu, mengutip data Badan Pusat Statistik
(BPS) bulan agustus 2017 tercatat tingkat
tenaga kerja berdasarkan pendidikan mayoritas lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan
angka mencapai 50,98 juta orang atau 42,13 persen, SMP sebanyak 21,72 juta
orang atau 17,95 persen, SMA sebanyak 21,13 juta orang atau 17,46 persen, SMK
sebanyak 12,59 juta orang atau 10,40 persen, Diploma I/II/III sebanyak 3,28
juta orang atau 2,71 persen, dan universitas sebanyak 11,32 juta orang atau
9,35 persen.[4] Kenyataan
tersebut mencerminkan orientasi pendidikan di Indonesia pada
umumnya yang merupakan suatu rangkaian proses pemenuhan akan
tenaga kerja murah.
Selain itu pemerintahan Jokowi meminta perbankan untuk mengeluarkan produk finansial baru berupa kredit pendidikan atau student loan “Saya ingin memberi PR (pekerjaan rumah) kepada bapak ibu sekalian. Dengan yang namanya student loan atau kredit pendidikan” ujar jokowi.[5] Student loan bukanlah hal baru diindonesia, student loan telah diatur dalam UU DIKTI tepatnya pada pasal 76 yang berbunyi:
(1) Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak Mahasiswa yang
kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan
peraturan akademik.
(2)
Pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara memberikan:
a. beasiswa kepada Mahasiswa
berprestasi;
b. bantuan atau membebaskan biaya
Pendidikan; dan/atau
c. pinjaman dana tanpa bunga yang
wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.
Student loan menjadi masalah tersendiri ketika hal tersebut menjadi pilihan prioritas
yang dilakukan Perguruan Tinggi khususnya PTN. Beban ekonomi berupa hutang yang
ditanggung ketika mahasiswa lulus akan memberatkan mahasiswa yang kurang mampu
secara finansial. Hal ini juga merupakan bukti lepasnya tanggung jawab negara
atas dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi dengan menyerahkannya pada lembaga keuangan.
Kenyataan tersebut diatas hanyalah
sebagian kecil dari maraknya praktek liberalisasi,
privatisasi, dan komersialisasi dalam dunia pendidikan di indonesia yang dilegitimasi oleh pemerintah melalui seperangkat peraturan. Lantas, kenapa pendidikan mengalami pergeseran dari
yang tadinya tanggung jawab Negara menjadi seakan diserahkan pada mekanisme
pasar?
Sumber:
[1]
Dewantara, Ki Hadjar. 1962. Karja I
(Pendidikan). Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta.
[2] Paulo Freire. Politik pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan
Pembebasan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2004.
[3] http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/17/11/20/ozpyyo280-apk-perguruan-tinggi-tak-sebanding-dengan-jumlah-kampus. Diakses pada tanggal 14/04/2018, pukul 17.00 WIB.
[4]
http://jakarta.tribunnews.com/2018/03/01/mayoritas-tenaga-kerja-indonesia-didominasi-lulusan-sd. Diakses tanggal 14/04/2018, pukul 17.50
WIB.
[5] https://nasional.kompas.com/read/2018/03/15/13383861/jokowi-minta-perbankan-garap-kredit-pendidikan-seperti-di-as.
Diakses tanggal 14/04/2018, pukul 19.10 WIB.
Paldi
Ka. Dept Pendidikan dan Propaganda
FMN Cabang Yogyakarta
Ka. Dept Pendidikan dan Propaganda
FMN Cabang Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar